Budaya yang sederhana
Begarak
sahur , sudah lama tidak mendengar istilah ini. Sangat jarang ditemukan
sekarang di kota besar seperti banjarbaru.Dulu , sewaktu aku kecil di sebuah
kota kecil bernama amuntai budaya ‘begarak sahur’ subur disini. Uniknya, dulu bukan
sekumpulan orang-orang dewasa yang melakukan ini, tapi anak-anak kecil cabe
rawit dengan kesadaran yang luar biasa tanpa mereka sadari, mereka melakukan
hal bermanfaat bagi banyak orang.
Pada
waktu kecil, entah kenapa ketika bulan puasa kami seperti ‘dipanggil’ untuk
melakukan budaya ini. Anehnya,kami melakukannya dengan sangat gembira dan
sukarela, seperti sekumpulan prajurit yang siap perang dengan membawa ‘senjata’
masing-masing. Pada siang hari kami berlatih dengan peralatan seadanya seperti
: botol sirup, direjen minyak tanah dan batu dengan nada yang disesuaikan
‘seadanya’ sebuah instrument begarak sahur pun hadir di tengah-tengah warga
dengan gemilang.
Sekitar
jam 03.00 dinihari, biasanya kami berkumpul disuatu tempat merencanakan
‘target’ begarak sahur kali ini. Biasanya setelah terkumpul dan ‘sedikit’
berencana, tak pikir panjang peralatan yang kami bawa masing-masing, kami bunyi
kan dengan instrument yang sudah diatur siang tadi. Dengan bangga setengah mati
kami berteriak dengan keras sambil membunyikan musiknya “ sahur..sahur..”. cara
ini cukup efektif untuk membuat warga yang sedang bermimpi terbangun, buktinya
ada seorang warga yang marah-marah ketika kami melakukan kegiatan ini tanpa
kami pedulikan sedikitpun.
Bingung
sekaligus bangga melihat fenomena ini dulu. ternyata ajang begarak sahur yang
kami anggap permainan pada saat itu, berguna bagi warga sekitar. Sederhana tapi
bermakna. Dewasa ini , seperti yang kita liat sekarang di kota besar acara
begarak sahur hanya ada di acara seremonial menyambut malam lailatul Qadar dan
dilakukan oleh orang dewasa. Begarak sahurnya juga tidak efetif, Cuma
mempertontonkan keindahan musik saja dan targetnya Cuma jalan-jalan besar
perkotaan tidak masuk ke rumah-rumah warga dan sama sekali tidak efektif.
Melihat
fenomena ini, saya sebagai anak muda merasa malu. Anak-anak cabe rawit saja
dengan konsep seadannya mau dan mampu melakukan begarak sahur. Sedangkan kita
para anak muda, jarang ditemui yang mau melakukan begarak sahur kecuali ada
kegiatan yang terkhusus. Kapan akan bangkit lagi budaya ‘begarak sahur’ yang
dilakukan semua kalangan seperti dulu. entahlah....
“ Kadang suatu hal cuam perlu
tindakan, sederhana tapi penuh makna”
Komentar
Posting Komentar